Kebun Teh Lawang, Kabupaten Malang

Episode: Jelajah Jalan Setapak


Ternyata Bunga Teh dan Bunga Jambu itu, tidak beda Jauh
AGROWISATA: PERKEBUNAN TEH DESA WONOSARI, LAWANG, MALANG

Sedari pagi cauaca di kota Malang tak pasti, sebentar panas sebentar mendung. Siang itu saya dan seorang sahabat (reoholik juga) harap-harap cemas, setidaknya cukuplah mendung dan jangan sampai hujan karena kami berencana untuk bermain ke perkebunan teh di daerah Lawang, Kabupaten Malang. tidak sampai satu jam setelah menyusuri jalan kota Malang, Blimbing dan Singhasari kami sudah sampai di daerah Lawang. Suhu ,memasuki daerah ini awalnya biasa-biasa saja. Tapi setelah naik beberapa km ke atas saya menemui pohon-pohon kelengkeng di halaman rumah penduduk yang kami lewati. Terlihat poho-pohon tinggi itu berbuah bungkusan anyaman daun kelapa. Karena buah kelengkeng di pohon tersebut harus dibungkus, mungkin agar cepat matang dan jika jatuh tidak sembarangan ditemu orang. Maklumlah..harganya lumayan mahal. Beberapa km ke atas saya menjumpai wisata agro buah naga, hati saya berkata hanya memetik buah naga, bayar mahal lalu pulang saja sudah dikatakan berwisata (apakah sesuai dengan cakupan arti konsep “berwisata” sendiri?) yang seingat saya (saat mendapat mata kuliah antropologi pariwisata) di dalamnya mencakup pergi ke tempat selain asalnya dan bersifat temporer serta sifatnya untuk refreshing. Entahlah, bukankah dalam hal praktis definisi itu terkadang kabur. Saya rasa memang demikian. apalagi untuk yang berkantong tipis- (seperti saya hhhh).


Terus menanjak sambil mengikuti rambu, akhirnya kami sampai. Jreng! Sebuah gerbang bertuliskan “WISATA AGRO WONOSARI”, kompleks wisata ini terletak di desa Wonosari dan dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (persero). Dengan uang Rp. 8.000 (hari Senin-Juma’t) dan parkir Rp. 2.000 (motor) kami sudah bisa masuk ke kawasan ini. Tidak hanya berupa perkebunan teh melainkan beraneka ragam wahana (mini zoo, sepeda air, flying fox, climbing, green garden, pabrik teh dsb) serta perkebunan lainnya seperti kebun jeruk, tanaman obat dan holtikultura ada di sana.  Saya sendiri tidak mungkin menjajal semuanya, untuk awalan saya menyusuri perkebunan teh.


Berdasarkan batu tulis di tengah perkebunan, teh mulai ditanam di Wonosari mulai tahun 1910, tentunya saat zaman kolonial Belanda. Terang saja, buktinya yang masih terlihat besi penyalur airnya saja sudah berkarat dan berwarna kontras dengan tanah. Tenaman teh yang berbaris cukup teratur dan jalan setapaknya tertata, hanya saja yang sedikit mengecewakan tumbuhan teh tidak sama rata tingginya. Di bagian tertentu ada yang hanya selutut, di bagian lain ada yang seperut, maka bagi yang ingin berfoto ria, haruslah mencari spot yang pas dan genic terlebih dahulu. Selebihnya untuk menghabiskan tenaga, saya jalan-jalan mengitari area ini. Melihat taman bermain, bangunan Joglo waw, mini zoo dan berjalan-jalan di pemukiman dalam kompleks perkebunan (saya jadi berpikir, bagaimana mereka bisa tinggal di tengah area perkebunan seperti ini. Didatangkan? Penduduk asli Wonosari? Dan segala aspek kultur masyarakat perkebunan?). Rumah yang ada di wonosari ini memiliki bentuk yang egaliter khas film-film FTV. Satu pintu, dua jendela satu rumah dengan yang lainnya saling berhimpitan serta dengan warna cat yang sama pula. Ada juga puskesmas dan lapangan sepak bola. Di sini juga saya temui penjual benalu teh (berbentuk daun yang sudah dikeringkan) yang konon katanya berkhasiat untuk menghilangkan penyakit dalam.
Terbayang kedamaian bagi mereka yang sedang galau, ingin menyendiri atau ingin merefresh pikiran, tempat ini bisa jadi salah satu referensi. Satu bisikan yang saya dengar saat hendak berjalan keluar dari deretan hijau di perkebunan teh

Pesan dari bunga teh

Kumbang…
Jika engkau datang ke sini aku yakin kau bukanlah kumbang sekedar kumbang. Tapi kumbang dengan pesona dan keahlian menghisap setiap bunga, juga kumbang yang bisa terbang di alam semesta. Karena semesta ini bisa kau kendalikan dalam selipan sayapmu.
Biarkanlah dulu, aku dan bunga-bunga lain melewati seribu musim. Teriknya matahari, derasnya hujan, dinginnya angin malam dan kilatan halilintar. Aku ingin merekah serekah-rekahnya bunga, menampakkan kelopak-kelopak lebarku, menyibak bulatan embun pagi, semerbak dengan kekuatan dan kecantikan putihku. Sehingga bisa menunjukkan diriku yang sebenarya, bahwa aku adalah seorang ratu diantara lautan daun.
Dan pada saat itulah aku dengan putih dan kekuatanku, akan membuka lebar-lebar setiap kelopakku
Untukmu kumbang...
Salam rea-reo!!! J
Salam Jingga piranada!
Stri nara iswari
Rupasampat wahyabiantara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori-Teori Asaz Religi

Teori Evolusi Kebudayaan Part I

Pendekatan Studi Media & Antropologi Media