Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2013

Candi Jago (the season of my rea-reo)

Gambar
Ingin Rea-reo plus dapat pengetahuan baru? Bayak anak muda yang koar-koar “kita harus melestarikan budaya Indonesia, warisan leluhur, peninggalan nenek moyang” tapi kalu diberi pilihan jalan-jalan ke candi atau ke mall, bioskop? pasti lebih sontak milih yang ke-dua! Jangan ngaku berjiwa nusantara jika omongan khasanah budaya dibuat ajang sok berbudaya (^_^). Oke, yuk mengintip salah satu situs purbakala yang cantiknya gak kalah sama destinasi wisata lain, Candi Jajaghu Dari kota malang saya dan teman-teman bermotor ria menujun kawasan Tumpang. Setelah mekewati pasar Tumpang dan melihat masjid Jami’ kami langsung belok ke selatan, tak lama mandang ke depan tara! Sudah Nampak candi Jago. Setelah bersapa dengan bapak Suryadi, pak Mul, pak Yus sang penjaga candi kami langsung mendekat menuju tubuh candi. Di siang yang panas itu saya bersama rekan-rekan, memandang cukup lama pada bangunan candi. Terpukau? Ya, ukiran-ukiran

Coretan

Gambar
Percikan rasa dari lembah Anai ------(about puzzle word in my feel) Gambar: ceritamu.com Aku tak akan bisa berkata aku cinta padamu, karena aku adalah benalu dalam hal itu. Jiwaku sering menangis karena aku mempunyai dua sisi hati. Sisi untuk menjadikan diri sebagai perempuan kuat dan sisi yang selau berdarah ketika aku mencintai seseorang sepertimu. (Aik Mj) Ketika aku mulai menyukaimu, saat itu juga aku harus pergi dari hidupmu. (Aik Mj) Janji itu sangat kuat. Temaram terelak. Kau mampu. Aku yang tidak tahu. (Aik Mj) Kenyamanan kurengkuh disampingmu, tapi jika cinta tumbuh aku lebih baik memilih terancam setiap waktu. (Aik Mj) Resah mendera saat laki-laki itu tak ada kabarnya. Baru dia menyapa, ketenangan langsung menerpa. Hingga tak kuasa meminta lebih dari kata-kata itu. (Aik Mj) Kau pengang tangan ini, hati berkata dekap untuk selamanya jangan dilepas meski aku meminta. (Aik Mj) Seringkali ketidakseimbangan terjadi karena cinta. (Aik Mj) Pergan

Cerpen Amatir

Jalan Tak Terimaji, Berujung di Taman Sriwedari Bagaimana bisa orang menganggap aku tak mampu lari dari kerangkeng yang dibuat oleh ayahku, aku akan membuktikannya nyaliku tak sama dengan nyali ibu yang langsung kerdil ketika mendengar hentakan suara ayah. Kokok ayam bekisar di halaman depan membuat mataku terbangun dan menatap langit-langit kamar yang putih bersih di pagi hari ini. Kamar ini seperti kamar mandi, aku bisa melakukan apapun yang tidak bisa kulakukan di luar. Mulai dari berteriak, tertawa keras, menangis, marah, dan bepolah semauku. Meski aku bisa tidur di atas kasur empuk berselimut tebal tak ubahnya aku tetap kedinginan karena kulitku hanya tinggal lapisan terbawah tanpa kulit ari. Kulit ari sudah mengelupas tak kuat lagi dengan suara-suara panas yang setiap hari kutemui. Aku tak pernah peduli dengan gunjingan dan cibiran orang-orang di sekitar tentang ayah, ibu dan diriku tinggal kututup kuping ini rapat dan semuanya akan terlewat.selesai. “Non sudah sampai”