Candi Jago (the season of my rea-reo)


Ingin Rea-reo plus dapat pengetahuan baru?
Bayak anak muda yang koar-koar “kita harus melestarikan budaya Indonesia, warisan leluhur, peninggalan nenek moyang” tapi kalu diberi pilihan jalan-jalan ke candi atau ke mall, bioskop? pasti lebih sontak milih yang ke-dua! Jangan ngaku berjiwa nusantara jika omongan khasanah budaya dibuat ajang sok berbudaya (^_^).
Oke, yuk mengintip salah satu situs purbakala yang cantiknya gak kalah sama destinasi wisata lain,

Candi Jajaghu
Dari kota malang saya dan teman-teman bermotor ria menujun kawasan Tumpang. Setelah mekewati pasar Tumpang dan melihat masjid Jami’ kami langsung belok ke selatan, tak lama mandang ke depan tara! Sudah Nampak candi Jago. Setelah bersapa dengan bapak Suryadi, pak Mul, pak Yus sang penjaga candi kami langsung mendekat menuju tubuh candi. Di siang yang panas itu saya bersama rekan-rekan, memandang cukup lama pada bangunan candi. Terpukau? Ya, ukiran-ukiran halus reliefnya beserta makna cerita dibaliknya menggumamkan hati saya “Waw!” baru sadar lembutnya keindahan batu iniJ
Oke!
Candi Jago terletak di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Tepat 200 meter ke arah timur dari jalan raya Tumpang. Candi ini terletak 22 km dari pusat Kota Malang. Akses untuk menuju candi ini dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor selama ± 1 jam dalam keadaan standar (dari pusat kota Malang). Jalan yang sudah diaspal menjadikan akses menuju Candi Jago menjadi lebih mudah.
Candi jago mempunyai nama asli Jajaghu yang berarti Keagungan, nama ini tercantum dalam kitab Pararaton dan Negarakertagama. Dalam pupuh 41 gatra ke-4 Negarakertagama dijelaskan bahwa Raja Wisnuwardhana yang memerintah Singasari menganut agama Syiwa Buddha, yaitu suatu aliran keagamaan yang merupakan perpaduan antara ajaran Hindu dan Buddha. Aliran tersebut berkembang selama masa pemerintahan Kerajaan Singasari, sebuah kerajaan yang letaknya sekitar 20 km dari Candi Jago.Candi Jajaghu didirikan sebagai bentuk penghormatan (pendarmaan) bagi Raja Singasari ke-4, yaitu Sri Jaya Wisnuwardhana. Candi Jajaghu pada masa dahulu juga pernah mengalami pemugaran yang dilakukan oleh Adityawarman (Majapahit) pada tahun 1343 M.[1].
                    
      Kesan bagus, bersih dan keterawatan candi Jago, Tumpang memberi pengaruh cukup besar pada perhatian masyarakat sekitar dan wisatawan terhadap keberadaan candi ini. Candi Jago adalah situs sejarah peninggalan kerajaan Singhasari yang menjadi obyek pariwisata. Sebagai obyek pariwisata candi Jago akan selalu dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara setiap harinya. Sebuah obyek wisata harus terawat agar dapat memberikan kesan baik terhadap pengunjung yang datang. Hal itu juga dilakukan pada candi Jago, perawatan candi dilakukan selain untuk mejaga kesan baik bagi wisatawan yang datang juga dilakukan sebagai perawatan situs sejarah yang merupakan cagar budaya Indonesia agar tetap lestari. Perawatan sangat penting dilakukan pada candi jago selain karena untuk menarik wisatawan, kondisi bangunan candi yang akan lapuk menuntut harus benar-benar dirawat dan dijaga.
Perawatan intensif candi Jago dilakukan oleh 3 orang pengelola (juru kunci) yaitu bapak Mulyanto, bapak Suhendri, bapak Yusmiarso. Setiap hari ketiga juru kunci ini penjagaan candi secara bergilir dan melakukan perawatan candi Jago secara gotong royong (bersama-sama). Penjagaan pos di pintu masuk berlangsung seiring dibukanya candi mulai jam 07.00-16.00 WIB. Namun terkadang penjagaan sampai melebihi pukul tersebut karena berbagai faktor, misalkannya ada pengunjung kelompok tertentu yang berkunjung dan meminta waktu lebih lama guna penelitian, observasi ilmiah dan lainnya.

Ø  Cerita reliefnya: cerita panji, kresnayana, filosofi kura, performance art bantengan. Tak lupa ada arca mukakala dan dewi.
Ø  Fasilitas-fasilitas di Candi Jago
- Kamar mandi, terletak di sebelah selatan candi. Bangunannya memiliki luas 3x4 m dengan aliran air dari PDAM.
- Pos penjagaan, terletak tepat di depan pintu masuk sebelah timur candi.
- Tempat Sampah
Inisiatif para pengelola menaruh banyak tempat sampah adalah ide yang baik. Beberapa tepat sampah disediakan bagi para pengunjung diberbagai sisi seperti di candi bagian atas, di taman dan disebelah pintu masuk. Adanya tempat sampah ini ditujukan agar pengunjung senantiasa sadar lingkungan dan menghargai kebersihan candi.
 


Pagar candi, pagar candi mengitari seluruh area candi. Kesan pertama memang terlihat jika area candi sangat tertutup untuk warga sekitar apalagi pintu depan selalu ditutup. Namun setelah diklarifikasi lebih lanjut kepada pengelola pintu depan candi memang jarang dibuka yang dibuka adalah pintu bagian timur hal ini dilakukan agar memudahkan pengontrolan kedatangan wisatawan dan bisa melapor pada penjaga. Sedangkan pagar berduri dibuat melingkar difungsikan sebagai usaha proteksi candi terutama waktu malam hari dari pencurian arca dan batu candi. Menurut cerita dulu sebelum dipagari pernah terjadi pencurian di candi Jago maka dari itu pagar dibuat sedemikian rupa untuk melindungi candi.

 Tempat ParkirTempat parkir candi Jago sangat sempit, letaknya berada di sebelah pos penjagaan sehingga jika banyak wisatawan yang berkunjung harus memarkir kendaraan di sebelah jalan atau di area rumah penduduk. Kurangnya lahan parkir ini membuat kenyamanan wisatawan sedikit berkurang.


In my frame
  

Empat kali kesana tak membuat saya berkata “tidak” jika diajak lagi untuk mengunjungi candi Jago, terlanjur cinta mungkin. Silahkan duduk di bawah pohon rindang sambil memandanginya atau naik ke atas bagian pintu candi.. aigo! so beautifull!

Oke, itu sedikit deskripsi mengenai candi Jago. Untuk lebih lengkapnya silahkan menengok sendiri. Oh ya, satu pesan jangan jadi mafia vandalisme! (corat-coret di situs). Ok. Enjoy with your vacation!




Salam jingga piranada
Stri_nara_iswari
(Aik Mj)



[1] Suryadi, Kupasan Sejarah Candi Jajaghu, 2013.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori-Teori Asaz Religi

Teori Evolusi Kebudayaan Part I

Pendekatan Studi Media & Antropologi Media