Antropologi Hukum
Yuk kenalan sama Antropologi Hukum!!!
Tulisan ini berdasarkan
materi yang disampaikan oleh Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H, MS pada seminar
tamu prodi Antropologi Budaya Universitas Brawijaya, April 2013.
Gambar: blog.umy.ac.id |
Pola berpikir holistik yang khas
menggambarkan luasnya kajian obyek Antropologi. Dewasa ini kesan pedesaan atau
daerah pedalaman yang disandang kajian Antropologi telah kabur karena kini
Antropologi mengalami perkembangan lebih luas dalam arti telah memasuki
bahasan-bahasan dunia modern. Selain itu Antropologi juga ikut mengambil peran
dalam pembangunan nasional, telah disadari seringkali pembangunan suatu Negara
kurang optimal atau bahkan gagal karena pelaksanaannya banyak melupakan aspek
kebudayaan masyarakatnya.
Cakupan Antropologi yang holistik
menjadikan kekayaan kajian yang dibahas beberapa diantaranya dibagi pada
cakupan-cakupan yang lebih spesifik seperti Antropologi Hukum, Antropologi
Politik, Antropologi Ekonomi, Antropologi Ekologi, Antropologi Agama dan lain
sebagainya. Spesifikasi tersebut terjadi dimaksudkan agar Antropologi dapat
memahami masyarakat secara mendalam. Contoh pada Antopologi Ekologi akan dikaji
perilaku manusia terhadap lingkungan sekitarnya secara lebih mendalam, Suku
Dayak di Kalimantan Tengah yang membuat rumah mereka berbentuk rumah panggung
dimaksudkan agar terlindungi dari ancaman binatang secara tidak langsung
fenomena ini menggambarkan bahwa apa yang dilakukan suku Dayak adalah salah
satu bentuk adapatasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Masuk pembahasan pada salah satu
spesifikasi Antropologi yakni Antropologi Hukum. Kajian Antropologi Hukum
berawal dari kehidupan sistem sosial yang terdiri dari organisasi sosial, media
soial, kontrol sosial dan standarisasi hukum (norma). Hukum merupakan wujud
idiil (gagasan) dari sebuah kebudayaan masyarakat dipelajari dari sudut
Antropologi bermula dari Belanda yang pada waktu itu disebut Legal Antropology yang kemudian
berkembang menjadi Antropologi of Law/ Antropology
Study of Law. Metode yang digunakan dalam Antropologi Hukum untuk
mengetahui adanya suatu hukum dalam sebuah masyarakat atau suku dilakukan
dengan dua cara:
1.
Wawancara
dan observasi
Wawancara dan observasi yang tidak dilakukan secara
frontal tetapi dengan pendekatan yang bersifat menelusur berupa pertanyaan kias.
Pada masyarakat pedalaman biasanya mereka tidak mengenal istilah hukum maka
dari itu untuk bisa mengindikasi hukum pada masyarakat tersebut wawancara yang
dilakukan bersifat menelusur fenomena-fenomena sederhana yang mereka lakukan
seperti bertanya mengenai tata cara pernikahan, kepemilikan harta, hak dan
peran. Dari situ barulah kemudian diidentifikasi dan dianalisa segi-segi
hukumnya.
2.
Perilaku
Masyarakat dalam Kehidupan Sehari-hari
Pada masyarakat modern keberadaan
hukum tampak jelas dan disadari keberadaannya karena hukum yang dimiliki banyak
yang tertulis. Namun hukum pada masyarakat suku daerah/pedalaman dikenal hanya
berupa aturan-aturan tidak tertulis yang dilestarikan secara generasional yang
disebut dengan hukum adat. Mereka hanya mengenal aturan atau larangan yang
harus dipatuhi dan akan mendapatkan sanksi adat jika melanggar.
Antopologi
Hukum didekati dari dua sisi yakni ilmu hukum normatif dan empiris. Secara
normatif berarti melihat isi dan kandungan hukum yang tertulis beserta
mekanismenya sedangkan secara empiris berarti melihat hukum pada kenyataannya
meliputi berfungsi atau tidaknya suatu hukum dan kepatuhan masyarakat pada
hukum tersebut. Selain itu pendekatan hal yang dipelajari
Antropologi Hukum adalah bentuk keterkaitan yang terjadi antara hukum dan
masyarakat berupa hubungan timbal balik antara hukum dan dengan fenomena sosial
budaya yang terjadi dalam masyarakat. Adanya fenomena tadi dipelajari lebih
lanjut menjadi sarana keteraturan sosial, pengendalian sosial, hak dan
kewajiban dalam suatu kebudayaan masyarakat. tidak cukup sampai disitu
pendekatan holistik dan komperhensif yang digunakan pada Antropologi Hukum juga
akan mempelajari keterkaiatan hukum dengan aspek kebudayaan yang lebih luas
seperti aspek politik, religi, ekonomi, system sosial dan sebagainya.
Lebih
dalam dengan tanya jawab ^-^
1.
Pertanyaan:
Bagaimana
suatu hukum baik hukum Negara maupun hukum adat tetap bisa bertahan dan
berfungsi dengan baik, jika melihat realita hukum yang terjadi di Indonesia
saat ini?
Jawab:
Efektivitas
berjalan atau titidaknya suatu hukum baik hukum Negara maupun hukum adat
tergantung pada 3 komponen yaitu subtansi hukum (kekuatan hukum untuk bisa
dipatuhi atau malah bisa dilanggar oleh masyarakat), struktur hukum (seperti:
aparat, pelaku-pelaku hukum) dan kultur hukum masyarakat berupa nilai yang
dijadikan pegangan. Biasanya pada masyarakat yang masih memegang teguh hukum
adat akan menerapkan hukum adatnya berdampingan dengan hukum Negara yang
berlaku tapi lebih dominan menerapkan hukum adatnya.
2.
Pertanyaan:
Seperti
apa pandangan hukum terhadap fenomena santet di Indonesia dan gambaran
undang-undang santet yang akan disahkan oleh Negara?
Jawab:
Negara
memandang santet sebagai fenomena sosial yang bisa diperkarakan bukan dari segi
ilmu gaibnya melainkan pada pemilik ilmu santet tersebut sehingga dapat merugikan
orang lain. Isu hangat mengenai UU santet yang sedang digarap oleh parlemen
menitikberatkan pada orang yang mengaku-ngaku memilki ilmu santet sehingga
dapat dapat merugikan orang lain dapat dijerat oleh hukum.
3.
Pertanyaan:
Bagaimana
dengan supremasi hukum yang seharusnya berlaku di Indonesia tetapi pada
realitasnya tidak demikian, seperti hukuman yang dijatuhkan pada seorang
pencuri semangka/sandal yang terkesan tidak adil diabanding hukuman yang
dijatuhkan pada para koruptor?
Jawab:
Supremasi
hukum yang terjadi memang sedang mengalami krisis. Hal tersebut terjadi karena
dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kekuasaan dan link yang dimilki oleh pelaku hukum. Seringkali link tersebut membuat
keputusan-keputusan hukum menjadi lebih ringan karena didukung dengan
bukti-bukti yang dihadirkan sebenarnya itu berupa bukti asli atau manipulasi
semata yang jelas meja pengadilan akan melihat hal yang jelas sesuai hukum
bukan sesuatu yang ada dibaliknya.
4.
Pertanyaan:
Apa
keterkaitan hukum dengan religi?
Kenapa
bapak I Nyoman yang notabennya belajar ilmu hukum menjadi tertarik dengan
Antropologi?
Jawab:
Keterkaitan hukum dengan religi berada
pada titik awalnya. Secara linier adanya keyakinan (religi) pada suatu
masyarakat akan menghasilkan nilai-nilai yang dianggap berharga dan baik untuk
ditaati kemudian dari sini akan timbul asas yang bisa dijadikan dasar untuk
membentuk suatu norma berupa aturan nyata yang bisa diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Keyakinan
(religi)> nilai> asa> norma (hukum).
Ketertarikan pemateri yang sebelumnya
belajar hukum pada Antropologi karena ruang lingkup kajiaanya yang luas
sehingga dapat mengorelasikan bidang satu dengan lainnya. Selain itu dapat
mengikuti setiap alur yang dibicarakan ketika berada di dalam forum
pembicaraaan khalayak apapun.
Kesimpulan
Dewasa ini
kesan pedesaan atau daerah pedalaman yang disandang kajian Antropologi telah
kabur karena kini Antropologi mengalami perkembangan lebih luas dalam arti
telah memasuki bahasan-bahasan dunia modern. Cakupan Antropologi yang holistik
menjadikan kekayaan kajian yang dibahas beberapa diantaranya dibagi pada
cakupan-cakupan yang lebih spesifik seperti Antropologi Hukum. Pendekatan yang dilakukan
adalah ilmu hukum normatif dan empiris. Kajian yang dipelajari pada Antropologi
Hukum meliputi:
1.
Bentuk
keterkaitan yang terjadi antara hukum dan masyarakat berupa hubungan timbal
balik antara hukum dan dengan fenomena sosial budaya yang terjadi dalam
masyarakat.
2.
Hukum
sebagi sarana keteraturan sosial, pengendalian sosial, hak dan kewajiban dalam
suatu kebudayaan masyarakat.
3.
Keterkaiatan
hukum dengan aspek kebudayaan yang lebih luas seperti aspek politik, religi,
ekonomi, system sosial dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar