Cerpen Remaja



BAPAK GURU ANDA MARAH DENGAN SAYA?

Gerak sepatu terdengar tergesa-gesa, menubruk kerikil hitam, kerikil putih, kerikil besar dan kecil. Haluan sepatu itu juga tidak karuan buktinya tanah laterit yang menggumpal dan lembab ditepis saja. Sepatu yang beberapa menit lalu masih berwarna hitam sekarang sudah sedikit berubah menjadiada kombinasi warna kecoklat-coklat an meskipun begitu si empunya kelihatan tidak peduli.absurd. bel sekolah memang telah berbunyi kira-kira tujuh menit yang lalu, mungkin karena itu gadis 17 tahun ini mengambil langkah panjang dan cepat.
 Hei… tapi, dia bukan…, dia … anak itu bukan tergesa-gesa menuju kelasnya karena takut dimarahi guru ataupun ketinggalan pelajaran tapi dia berjalan berlawanan dengan arah menuju kelasnya. Anak itu bebelok ke kanan melewati kebun flora, perpustakaan, air mancur cinta (karena sering dijadikan lokasi bercinta anak SMA) dan dia terus berjalan memasuki sebuah bangunan yang berisi kursi-kursi plastik, meja, aneka makanan dan minuman serta jajanan yang hampir sama antara satu tempat dengan yang lainnya dan dijual oleh beberapa penjual tapi yang ini bukan pasar oligopoly metropolit melainkan sebuah KSA “Kantin Sekolah Asyik” begitu kebanyakan siswa menyebut.
“mbak As teh anget satu ya, buruan!”
“iya mbak” sahut seorang penjual berbedak putih tebal dengan kuciran cepak di rambutnya. Setelah mbak As usai menyeduh teh sari murni beraroma harum melati segera saja dijajakan kepada gadis berbedak putih juga di dihadapannya , (hemm..tapi putihnya kok berbeda ya?) yang benar putihnya karena wajah si gadis pucat.
300 detik berlalu…
Gadis 17 tahun itu telah menyeruput habis the hangatnya dengan ekspresi agak lega dan sedikit berseri (cling*)
“kenapa mbak Salsa? sakit ya?” dengan nada sok perhatian ala seorang bunda kepada anak mungilnnya, mbak As memang sedari tadi memperhatikan pembeli pertamanya di pagi itu yang ditanya malah sedang sibuk mengorek-ngorek saku tas.
“Ha !!! ini dia pahlawan Patimuraku,seribu rupiah. Mbak As Tanya apa tadi? O. .Aku ya? Iya nih aku masuk angin, tadi malam habis kehujanan langsung tidur gak pakek mandi dulu. Hehe  ”
Celoteh Salsa mengiringi rona wajahnya yang tampak kembali normal.                                                                            
___***____

Berbeda…
Jika tadi langkah kaki Salsa cepat menuju kantin sekarang langkah itu malah biasa-biasa saja menuju kelas  XI IPS 2 bahkan terkesan santai, pandangan lurus ke depan dan muka yang datar terpampang di depan pintu kelasnya Salsa melekukan itu untuk mengumpulkan keberanian menghadap guru botak akutansi yang bernama pak Roni.
Tanpa mengetuk pintu.
“Selamat pagi pak!..” sapa salsa ramah kepada sang guru dan menuju tepan di samping meja guru.      Serempak lirikan mata sang guru dan teman-temannya berfokus pada pada dirinya. Awalnya pandangan sang guru terlihat tenang kemudian terlihat kelopak matanya sedikit melebar, 3 sekon berlalu dan kini putih mata sang guru mulai keruh dan inilah waktunnya… mata sang guru sudah memerah seperti warna api kompor minyak yang dewasa ini mulai dilupakan oleh masyarakat karena semuanya telah beralih ke kompor gas LPG, akankah pada windu-windu selanjutnya kompor gas juga akan dilupakan? Possible, bisa jadi ada inovasi yang lebih mutakhir untuk mengoptimalkan unrenewable resources yang mulai mengalami kelangkaan. Seperti  Kompor surya mungkin? Atau kompor biogas? Kemungkinan selalu ada.
Baiklah kita kembali menengok suasana yang mencekam Salsa.
Sensasi mata merah pak Roni ditambah dengan aksen bola mata yang mendelik memandang tajam dirinya membuat aliran darah Salsa beranomali. Pak Roni melirik jam tangannya, terlihat jarum pendek menunjuk angka tujuh dan jarum panjang menunjuk angka lima (7:25). Guru botak itu berdiri , dalam hati Salsa (Tuhan… selamatkan aku dari Buto ijo ini karena aku bukan Timun emas), pita suara pak Rono mulai mengeluarkan bunyi.
“Kamu! Jam segini baru masuk kelas? Enak sekali! Kamu kira ini sekolah, milik buyut kamu?!!”  (kata-kata ya sda sangat biasa kan, gak kreatif nih penulisnya). Pak Roni masih melanjutkan kata-katanya.
“ Pantaskah saya izinkan kamu masuk kelas, enak saja. Mental-mental jam karet seperti kamu ini gak pantas diandalkan, mau jadi apa Negara ini kalau penerusnya seperti kamu?, hei! lihat anak-anak, teman kalian ini bukan contoh yang baik, perempuan kok bisa-bisanya terlambat. Sudah sana, kamu tunggu diluar saja!”
Meski perkataan itu tertuju pada Salsa seorang teman-temannya terdiam seratus bahasa. Wajah Salsa yang tertunduk muali terangkat dan membalas tatapan sang guru dengan tenang ia berkata
“Pak guru yang terhormat, saya heran kenapa anda bisa bicara demikian. Kenyataan yang konkret , menurut saya keterlambatan siswa selalu dipermasalahkan sedangkan keterlambatan guru tidak beresiko. Seingat saya Anda juga sering terlambat ya pak? entah sepuluh atau dua puluh menit tapi kami sebagai siswa tidak pernah menuntut padahal itu bisa di bilang korupsi juga lho pak, korupsi waktu ”
Isi ruang kelas tiba-tiba riuh dengan tepuk tangan teman-temanya, kagum dengan apa yang dikatakan Salsa padahal biasanya dia adalah gadis slengean yang tidak peka dengan keadaan, Salsa sendiri tidak tau dari mana kata-kata itu muncul .
“Sudah-sudah! Diam semuanya” kata pak Roni tegas. Salsa mengatupkan bibirnya dan menoleh ke belakang sambil tersenyum teman-teman di belakangnya juga membalas senyumnya .
“Kamu Salsa, ikut saya ke kantor sekarang ”


“Hah! Kenapa jadi ruwet gini” bisiknya lirih pada dirinya sendiri. Salsa pun tersenyenyum kecut kepada teman-temannya dan mengekor pak Roni menuju kantor. Sedangkan teman-temannya tampak mulai gusar tapi dengan sedikit kaku mereka mengepalkan tangan memberi isyarat dukungan penuh kapada Salsa.                                                                      

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori-Teori Asaz Religi

Teori Evolusi Kebudayaan Part I

Pendekatan Studi Media & Antropologi Media