CANDI SUROWONO (Curabhana)



Ekspedisi Candi- episode: Canggu penyimpan persegi Andesit


Salam rea-reo!
Sore itu matahari tak berani memberikan sengatannya pada bumi Canggu, ia hanya mengintip dari balik gumulan awan yang dijadikan tamengnya. Terlihat dari bawah kening sang helio  dan kedua mata jingganya timbul tenggelam dari balik tameng keabua-abuan itu. Canggu, sebuah desa di Kabupaten Kediri yang menyimpan eksotika relief bangunan nenek moyang zaman kerajaan. Bangunan itu adalah tumpukan batu andesit yang hingga kini masih bisa bertahan dengan angkuh meski telah terjamah oleh tangan-tangan manusia serta anomali cuaca selama berwindu-windu lamanya.
Tumpukan batu andesit itu adalah Candi Surawana. Candi ini terletak di dusun Surawana, desa Canggu, kabupaten Kediri. Candi ini diperkirakan para Arkeolog didirikan pada Tahun 1400-an M. Berdasarkan kitab Negarakertagama candi ini didirikan sebagai pendharmaan Bre Wengker (Majapahit) yang wafat pada tahun 1338 M. Setelah dua belas tahun dan upacara srada dilaksanakan maka dibangunlah sebuah bangunan di Curabhana.
Keterangan historis di atas, bisa dijadikan pangkal nama dari candi dan desa Surawana berasal dari sebutan orang-orang zaman kerajaan dahulu yang menyebut tempat ini dengan kata Curabahana. Sehingga seperti biasa, khas lidah Jawa kata Curabhana akan bertransfonem sekaligus bertransaksara menjadi Surawana atau Surowono[1], jika kata ini disebutkan dengan dialek masyarakat sekitar.
Oke!
Cukup ya berbicara perihal historisnya.
Pada saat sampai di depan kompleks candi, perut Saya serasa ada yang mengetuk, bagaimana tidak baru turun dari motor sudah disambut para pedangang es dan pentol (atau disebut juga dengan cilok dibeberapa daerah). Tapi sesegera mungkin tangan Saya ditarik oleh teman. Setelah mengisi buku tamu sang juru kunci berkata
“suka rela mbak?”
Setelah diam dua detik Saya mengambil uang seribuan empat lembar dan berkata
“ini pak” (sambil tersenyum bulan sabit dan berkata dalam hati, kenapa uang sukarelanya terkesan diminta? #tabu sukarela). 
Batu-batu bangunan candi yang tidak dapat disusun (di depan candi)
Setelah keluar dari pos jaga, Saya bersama teman langsung menghampiri bongkahan batu-batu candi yang terbaris rapi di area taman. Batu-batu ini sudah tidak bisa disusun dengan bangunan candi. Saya juga sempat melihat ada paralon air dan plang peraturan dari pemerintah kabupaten Kediri. Nice*, ada perhatian dari Dipar kabupaten dan Saya rasa paralon air ikut berperan untuk perawatan taman candi yang cukup bagus ini. Lingkungan sekitar candi Curabhana sendiri (Saya lebih suka menyebut dengan nama Curabhana dari pada kata Surawana) adalah rumah penduduk dan pekarangan (kebon dalam istilah desa) yang khas dengan bunyi-bunyi mahluk di dalamnya-krik2-reeeeng-ciiit2. Sore itu semakin semarak dengan hadirnya anak-anak dari desa tersebut yang bermain di kompleks candi, ini menandakan selain sebagai objek wisata sejarah candi Curabhana juga berfungsi untuk sarana refresing dan berfoto ria. Adeknya sempat foto sama Saya juga #ngeksis.
 Pindah topik ke relief  yang akan Saya bicarakan sekelumit saja. Relief di candi Curabhana seperti kebanyakan candi berupa multistory. Mulai dari cerita Arjuna Wiwaha dan beraneka fabel yang menjadi bagian dari totemisme masyarakat zaman dahulu. Ukiran batu yang menarik perhatian Saya adalah relief Sri Tanjung yang duduk di atas punggung ikan, terletak di sebelah timur bagian depan candi (tingkat ke dua). Celoteh informasi dari calon sejarawati yang Saya dengar, Sri Tanjung adalah seorang perempuan yang setia kepada kekasihnya. So..this women is one icon of faith love J.  The view of my eyes, relief Sri Tanjung yang berada di atas punggung ikan dengan gaya anggun dan bahasa tubuh jumawa bukan hanya melambangkan kesetiaan saja, namun sebuah pencitraan seorang perempuan lembut yang memiliki otoritas kuat paling tidak untuk dirinya sendiri,
Dan rea-reo Saya sore itu terhenti oleh molekul air yang jatuh secara perlahan menyentuh kulit pipi dengan lentiknya.

Buat sobat-sobat, cak, mbak, go’, yuk, para pecinta historia, para pemburu foto, para manusia yang sudah kehabisan tempat untuk dikunjungi silahkan mengintip candi Curabhana. Raba keagungan peninggalan budaya leluhur.  Terutama konco-konco yang rumahnya sekitar situ.. Kandangan, Pare, Badas, Ngoro, Kepung bla..bla..bla*-*
Tanpa jadi MAVIA VANDALIS tentunya- (coret2, tangan jahil, perusak benda sejarah!!!!!)
*referensi objek lain di sekitarnya yang bisa dikunjungi: Gua Surawana (insya Allah ada episode ini kalau sempat), kolam renang, pedagang ikan hias dll.

Selamat Berea-reo dan sampai jumpa di episode lainnya..


[1] proses fonetis berupa perpindahan bunyi atau sekuen bunyi dengan maksud agar pengucapan lebih mudah.

Komentar

  1. Nice place dek..... Sri Tanjungnya juga menarik...btw ada gak mitos nya kah di candi Surawana..? :D

    BalasHapus
  2. belum sampe cari tau ke mitosnya aku mba, adanya di tempat sekitar situ, ada terowongan yg dalamnya ada airnya..mitosnya klo nurutin jalan terowongan itu nanti bisa sampe ke segara kidul. tapi menurut sejarah si itu sistem irigasinya majapahit ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori-Teori Asaz Religi

Teori Evolusi Kebudayaan Part I

Pendekatan Studi Media & Antropologi Media