Sepercik Asa: Rupasampat Wahyabiantara
Bukankah
sebuah bangunan kuat selalu memiliki tiang atau pondasi, bukankah seseorang
untuk menjadi kuat juga harus memiliki
idiom-idiom yang harus dipegang oleh dirinya?
Dan
idiom-idiom itu bisa berasal dari apa saja, termasuk dari benda mati sekalipun
yang ternyata membisikkan suara.
Bagi
saya, isu-isu suborninasi perempuan dan ketidakadilan gender memang harus terus
disuarakan sampai sebuah utopis tentang perlakuan yang bisa menghargai dan
menempatkan posisi perempuan secara terhormat, bisa disadari atau bahkan mendekati
terwujud dalam setiap masyarakat, meskipun bentuknya nanti antara kelompok
masyarakat satu dan lainnya berbeda, karena memang kondisi sosio-kultural setiap
masyarakat berbeda. Perempuan yang berkedudukan sebagai pelaku (subjek) juga
tidak seharusnya hanya menuntut atau melawan hal di atas, tetapi juga harus
memperkaya kualitas diri hingga memiliki kekuatan dan kuasa mutlak atas
dirinya.
Rupasampat Wahyabiantara, adalah sebuah
slogan filosofis salah satu perusahaan kosmetik terkemuka di Indonesia. Dari celetukan
seorang perempuan yang sedang mendalami sejarah kecantikan di Indonesia untuk
skripsinya, saya tahu slogan ini. Ketika awal mengetahuinya, saya langsung
tertarik dan mengamini (dalam arti membenarkan dan menyetujui) bahwa kalimat
tersebut bagitu apik dan menawan.
Rupasampat wahyabiantara adalah penggambaran dari Dewi Saraswati, dewi
pengetahuan dalam agama Hindu yang juga merupakan istri Dewa Brahma. Arti dari
kata tersebut secara praktis adalah kecantikan perempuan dari luar maupun
dalam. Dewi Saraswati sebagai dewi pengetahuan dilambangkan sebagai perempuan
yang bertangan empat dan berdiri di atas bunga teratai. Keempat tangan memegang
benda yang berbeda. Tasbih di tangan pertama,
melambangkan ia menyembah Hyang Widhi Wasa, dengan daun lontar di tangan kedua
ia mendalami ilmu pengetahuan, dengan alat musik di tangan ketiga ia menikmati
dan mengumandangkan keindahan dan seni, dan dengan sekuntum bunga di tangan
keempat ia menyerbakkan keharuman dan kelembutan. Sedangkan Dewi Saraswati berdiri di atas bunga teratai, melambangkan ia sebagai
perempuan yang mampu berdiri dalam situasi apa pun. Seperti satu kalimat panjang yang
menginspirasi untuk sebuah semangat seorang perempuan yang juga harus bisa
berdiri dengan kakinya sendiri.
Rise up! Change,
I’m my own master now. I feel as though, I have power to do anything (Girls
Rising Film)
Jika unsur
kehidupan, perempuan harus seperti air yang bisa membentuk jalannya sendiri
meskipun melalui batu. Saat terperangkap air akan membentuk jalan baru untuk
dilaluinya (Memoirs of geisha Film)

Komentar
Posting Komentar