Politik Dinasti
“Kekuasaan”
Atas Nama Keluarga
Gambar: panti-pahlevi.blogspot.com |
Keluarga bisa dikatakan sebagai
organisasi terintensif yang pernah tercipta dalam sebuah stuktur sosial
masyarakat tanpa keluarga bisa dimungkinkan tidak akan berdiri organisasi
sosial lain karena keluarga seperti tunas untuk mengetahui bagaimana fungsi
mekanisme organisasi selanjutnya. G. P. Murdock dalam buku Marvin H (Culture,
People and Nature) menyebutkan fungsi keluarga adalah seks, reproduksi, edukasi
dan ekonomi (nafkah) jika ditelisik lebih jauh fungsi proteksi dan afeksi juga
terkandung dalam sebuah keluarga. Keluarga adalah organisasi sosial (domestik),
organisasi sosial adalah salah satu unsur kebudayaan, kebudayaan memiliki sifat
dinamis maka keluarga juga memiliki dinamika disetiap masa. Fenomena dinamika
keluarga yang beragam di Indonesia bisa kita amati saat ini, bisa diambil
contoh salah satunya dinamika pergeseran atau malah bentuk perluasan dari
fungsi-fungsi keluarga yang ada. Fungsi utama keluarga seperti yang telah disebutkan
di atas bergeser atau meluas pada fungsi lainnya seperti munculnya fungsi
otoritas. Keluarga dijadikan alat untuk mencapai atau melanggengkan kekuasaan dapat
dilihat tumbuh subur di dunia perpolitikan Indonesia. Pada tingkat nasional
fenomena ini tidak terlalu tampak tapi ditingkat daerah tidak perlu heran lagi
jika menemukan penguasa-penguasa yang berasal dari anggota keluarga itu-itu
saja.
Gaya-gaya perkutatan kekuasaan dalam
satu keturunan keluarga diistilahkan “poltik dinasti” berwujud pemindahan atau
pembagian kekuasaan pada istri, anak atau kerabatnya. Ada juga istilah lain
yakni “politik gono-gini” yang berarti kekuasan dimilki suami-istri secara
bersama dan dalam prakteknya politik gono-gini diwujudkan kekuasaan yang
sebelumnya dipegang oleh sang suami kemudian periode selanjutnya dipegang oleh
istrinya, pola-pola seperti ini lebih sering terjadi.
Beberapa realita mengenai penguasa-penguasa
daerah yang tokoh-tokohnya berasal dari satu keluarga akan kami paparkan di bawah
ini:
1. Jawa Tengah, Kabupaten Kendal
·
Hendy
Boedoro , SH. M.Si menjabat Bupati Kendal (2000 - 2005) dan (2005 - 2010)
·
dr.
Hj. Widya Kandi Susanti, MM. menjabat Bupati terhitung mulai tanggal 23 Agustus
2010 s/d 2015
2.
Jawa
Timur, Kabupaten Kediri
·
Sutrisno
menjabat Bupati Kediri (2000-2005) dan (2005 - 2010)
·
Haryanti
istri Sutrisno menjabat Bupati Kediri (2010 - 2015)
3.
Jawa
Timur, Kabupaten Ngawi
·
Harsono,
menjabat Bupati Ngawi (1999 - 2010)
·
Ony
Anwar, anak Harsono menjabat wakil Bupati Ngawi (2010 - 2015)
4.
Kalimantan
Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara
·
Syaukani
Hasan Rais, menjabat Bupati Kutai Kartanegara (1999 - 2010)
·
Rita
Widya Sari, istri syaukani menjabat Bupati Kutai Kartanegara (2010 - 2015)
5.
Jawa Tengah, Cilegon Banten
·
Tubagus
Aat Syafa'at, manjabat Walikota Cilegon (1999 - 2010)
·
Tubagus
Imam Ariyadi, anan Aat Syafa'at. Menjabat Walikota Cilegon (2010 - 2015)
6.
Bali,
Kabupaten Tabanan
·
Nyoman
Adi Wiryatama, menajabat Bupati Tabanan (2005 - 2010)
·
Ni
Putu Eka Wiryastuti anak Adi, menjabat Bupati Tabanan (2010 - 2015)
7.
Lampung
Keluarga Zainal Abidin pagar Alam
·
Zainal
Abidin Pagar Alam, menjabat Gubernur Lampung (1966 - 1973)
·
Sjachroedin
Z.P anak Zainal menjabat Gubernur Lampung (2004 - 2014)
·
Rycko
Memoza, cucu Zainal menjabat Bupati Lampung Selatan (2010 - 2015)
Keluarga
Abdurachman
·
Abdurachman
Sarbini, Menjabat Bupati Tulang Bawang, Lampung (2004 - 2008) dan (2008 - 2012)
·
Aries
Sandi Dharma Putra, anak Abdurachman, menjabat Bupati Pesawaran, Lampung (2010
- 2015)
8.
Jambi
·
Zulkifli
Nurdin, menjabat Gubernur Jambi (1999 - 2004) dan (2005 - 2010)
·
Zumi
Zola, mejabat Bupati Tanjung Jabung Timur (2011 - 2016)
9.
Jawa Tengah, Kabupaten Bantul
·
Drs.
HM. Idham Samawi, menjabat Bupati Bantul (1999 – 2004) dan (2005 - 2010)
·
.Hj.
Sri Suryawidati, Istri Idham menjabat Bupati Bantul (27 Juli 2010 - sekarang
2015)
10.
Jawa
Barat, Bandung, Kabupaten Indramayu
·
H.
Irianto Ms Syafiuddin, "Yance" menjabat Bupati Indramayu (2000
- 2010)
·
Hj.
Anna Sophanah, menjabat Bupati Indramayu (2010 - 2015)
·
Anak
Yance “Danial” menjabat Anggota DPRD sekaligus DPD II (Provinsi) Golkar
·
Keponakan yance menjadi fraksi DPRD.
(Data ini kami peroleh dari uraian
dan dialog acara talkshow Mata Najwa
(Metro TV.com/matanajwa/politikgono-gini) tahun 2012).
Uraian
panjang di atas menunjukkan realita dinasti kekuasaan yang tumbuh subur di
Indonesia. Pemaparan pelaku-pelaku politik di atas ada yang megaku bahwa
terpilihnya menjadi pemimpin daerah menggatikan suaminya adalah “kecelakaan
politik” yang berarti sebuah keterpaksaan pencalonan karena dari pihak partai
suami tidak ada yang mencalonkan dan harus melawan partai lainnya. Pemaparan
lain menyebutkan bahwa terpilihnya sang istri menjadi pengganti karena
permintaan rakyat tentu saja sering diindikasikan sebagai kedok belaka atas
keserakahan kekuasaan, istri yang dicalonkan hanya dijadikan boneka dan
formalitas semata karena sang suami tetap menjadi backing dibalik pengurusan roda pemerintahan dan pembuat kebijakan.
Dari dua contoh pemaparan tersebut kita dapat melihat betapa berartinya fungsi
otoritas sebuah keluarga untuk melanjutkan kekuasaan. Alasan selanjutnya selain
karena masih berhubungan darah dan tak ingin kehilangan kekuasaan adanya
politik dinasti juga disebabkan tuntutan dari pihak sanak famili yang
mengiginkan suatu jabatan tanpa harus melewati proses yang semestinya, biasanya
mereka hal ini dilakukan dengan embel-embel “kita
ini keluarga, kita ini saudara sudah semestinya saling berbagi dan menolong
untuk sebuah posisi (jabatan)” jadi mau tidak mau sang pemimpin tadi
memberikan jabatan pada keluarganya seperti yang terjadi pada masyarakat yang
menerapkan budaya patriakat kental. Pelokalan
politik kerena “keluarga” mungkin tidak hanya terjadi ditingkat daerah
melainkan terjadi di ranah kecamatan atau desa sehingga bukan hal yang tabu
jika nanti dinasti politik tumbuh subur menjadi sebuah budaya di Indonesia.
Kerisauan
pergeseran/perluasan fungsi keluarga dalam dunia perpolitikan yang banyak
terjadi di daerah memunculkan inisiatif pemerintah untuk membuat peraturan baru
mengenai pencalonan keluarga pemimpin daerah RUU pemilukada (Kompas edisi 22
maret 2013) meskipun ini masih menjadi sebuah wacana setidaknya sudah ada
kesadaran untuk mengatasi polemik politik dinasti. Saat ini sebagai anggota
masyarakat penekanan penting yang perlu dilakukan adalah kecerdasan sudut
pandang kita dalam melihat kader/ calon/ pemimpin. Kita harus melihat
kompetensi dan kapabilitas kader atau calon yang diusung untuk menggantikan
kepemerintahan selanjutnya jangan sampai karena masih mempunyai hubungan darah
dengan pemimpin sebelumnya kita berpandangan negatif bahwa ini adalah praktek
politik dinasti atau nepotisme dengan calon calon/kader tersebut. Jika memang
orang tersebut mampu dan pantas medapat jabatan itu kita tidak boleh
menafikannya. Sebaliknya jika pihak keluarga pemimpin sebelumnya yang
dicalonkan dirasa tidak mampu dan tidak berkompeten mendapatkan jabatan apalagi
ada embel-embel kepentingan keluarga/kelompok kita harus menolak hal itu secara
tegas. Satu bait sajak untuk mengakhiri essai ini:
Keluarga
pengayom diri/ dengan segala fungsi
Dari
seks, reproduksi, edukasi, nafkah, proteksi sampai afeksi/
Ketika
otoritas dijadikan fungsi/ politik dan kekuasaan menjadi dinasti//
Kekuasan
dan politik mirip arisan keluarga inti/ hanya ada dinasti dan kroni/
Kekuasaan
milik pasutri/ kekuasaan milik sanak famili/
Hingga
akhirnya fungsi keluarga menjadi ironi/
dalam
Negara yang menjunjung tinggi sebuah demokrasi//
keluarga, meluas ke negara....dan politik dinasti yg sprti ini bisa jadi lahan subur berkuasa,kkn,dll.... :D
BalasHapusHehhe.. iya mb..jadi fenomena budaya. miris tapi menguntungkan bgi para pengamat sosial.
BalasHapusklo gak ada kyak gini dinamika keluarga kan jadi sepi gak ada peristiwa n wartawan miskin berita #koplak.com.hehhe