Candi Singhasari Malang
Episode: Ekspedisi Candi “Kilau Kejayaan
Singhasari”
Sumber mengenai sejarah berdirinya candi
Singhasari tentu sudah seambrek dalam
buku-buku sejarah candi atau di internet. Maka dari itu episode kali ini saya
akan menceritakan keadaan yang ada di Candi Singhasari saja.
Sabtu siang di akhir September. Tiga orang
reoholik ingin ber-rea reo ke tempat yang menyejarah. Salah satu dari mereka
yang mengaku “Dewo” mendapat
informasi dari seorang dosen tentang eksotika Candi Sumber awan. Dari namanya
saya sangat tertarik karena membayangkan suasana candi yang berada di
tengah-tengah awan bak film-film gaya ramaya-mmahabarata atau paling tidak
seperti setting dalam film Raden Kian
Santang J. Akhirnya dari kota Malang tiga reoholik ini
meluncur menuju arah Arjosari terus ke Utara dengan dua motor. Dari tiga
reoholik tidak ada satupun yang tahu daerah dimana kami berpijak saat itu.
Alhasil, kami mampir ke sebuah warnet untuk bertanya pada sang maha tahu “mbah Google”. setelah mengetahui nama
desa candi Sumber Awan, kami melanjutkan perjalanan. Setelah beberapa kali
bertanya pada orang di sekitar situ, kami berhasil menemukan plang penunjuk
jalan yang berada tepat di perempatan jalan. Plang tersebut bertulis arah timur
candi Singhasari (500 M), arah barat pemandian Ken dedes dan arah utara Candi
Sumber Awan (6 KM). Ting* (berbinar-binar rasanya), setali tiga uang. Sebelum
menuju candi Sumber Awan, reoholik mampir ke candi Singhasari. Parkir kendaraan
berada di seberang jalan, kelihatannya di dalam pagar area candi memang tidak
terdapat tempat parkir. Setelah melepas helm mata saya menagkap sebuah tumpukan
batu yang nampak berdiri dengan gagahnya, inilah candi Singhasari.
Candi
Singhasari (Fotografer: Lq)
Setelah
menulis buku laporan, saya dimintai uang sukarela. Melihat uang di dalam saku
hanya ada Rp. 2000, setelah saya ulurkan kepada bapak paruh baya yang menjadi
juru kunci malah suasana menjadi mencengang. Bagaimana tidak uang saya
dikembalikan dan beliau berkata dengan nada sedikit ketus:
“wes mba, sampean ambil saja buat bayar parkir” (lagi-lagi tabu kata “sukarela”, apakah dalam
arti kata sukarela itu terdapat patokan harga?).
Tanpa melarutkan masalah uang sukarela secara
lebih lanjut, saya dan reoholik lainnya segera mengeksplor peninggalan dari kilau kejayaan kerajaan yang pernah
dipimpin Ken Angrok ini, Singhasari. Bangunan fisik candi ini cukup terawat.
Terlihat beberapa bekas pemugaran pada bagian dinding belakang dan ukiran
mukakala di atas pintu utama. Candi ini mungkin adalah makam raja atau orang
istana karena tidak terdapat ukiran pada dindingnya. Candi Singhasari memiliki
3 ceruk yang kelihatannya setiap ceruk dulunya memiliki arca. Namun, tinggal
satu ceruk saja saat ini yang memiliki arca. Arca yang terdapat pada ceruk
sebelah selatan ini berbentuk seorang budhis.
Sampai saat ini candi Singhasari masih menjadi
tempat spiritual bagi beberapa masyarakat. hal ini terbukti dari adanya sesaji,
kemenyan dan payung khas yang ada di dalam ruang candi (sebelah barat). Ruangan
ini berisi bangunan yang kemungkinan adalah lingga-yoni,
namun yang tersisa hanya yoni-nya
sja.
Setelah jalan-jalan di atas bangunan candi, saya
mengelilingi keadaan sekitar, tepat di depan candi terdapat beberapa arca yang
sudah tidak utuh dan beberapa puing candi ditata memanjang.
Ada salah satu arca dewi. Ada satu hal yang
kemudian muncul dibenak saya, arca tersebut adalah seorang perempuan/dewi yang
memakai kain bawahan tapa ada kain penutup untuk tubuh bagian atas. Yang ingin
saya ketahui dari sini adalah bagaimana konsep berbusana seperti ini pada masa
itu, apakah tidak dianggap tabu tentang bagian-bagian tubuh yang dibuka,
prilaku vulgar atau sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas? jika belum, apa
konsep pemikiran yang terbagun nenek moyang tentang seksualitas dan tubuh
wanita pada masa itu?. Semoga jawaban tentang sesuatu yang telah mengusik hati
ini J. Berlanjut pada objek lain, saya menghampiri
papan informasi berwarna hijau kusam di sebelah utara, ternyata papan tersebut
kosong. Tidak ada tulisan sama sekali dari kedua sisi. (kasihan sekali saya,
padahal ingin membaca informasi tentang candi ini secara langsung). Mengintip
pada pojok halaman candi, terdapat dua kamar mandi. Tapi sepertinya yang
berfungsi hanya satu saja. Tidak masalah, yang penting ada. Jadi tidak perlu
panik bagi pengunjung yang berwisata ke sini tiba-tiba mengalami panggilan
alam. Tidak terasa jam HP menunjukkan waktu 15:30 WIB yang berarti kami harus
segera beranjak dan melanjutkan ekspedisi ke candi tujuan utama candi Sumber
Awan (episode selanjutnya).
Sebelum benar-benar jauh dari candi Singhasari
saya sempat menoleh ke arah belakang, lambaian daun kelapa yang ada di belakang
candi seakan mengucapkan salam ramah “selamat sore” dengan bermandikan sinar
keemasan matahari yang mulai memudar. Ini sebuah bukti kilau kejayaan
Singasari di masa lalu.
Komentar
Posting Komentar